Wednesday, June 6, 2007

Si Narko Yang Lugu

Narko adalah nama anak muda yang jagain rumah saya. Narko adalah keponakan Pak Min, satpam di kawasan rumah saya. Narko sudah lulus STM di kampungnya dan berniat mencari kerja tidak jauh dari pamannya yang membuka warung di pinggir perumahan tempat saya tinggal.

Tugas Narko sehari-hari adalah mencuci, menyetrika, ngepel, bersih-bersih dan tentu saja jaga rumah. Memasak bukanlah tugas utama Narko. "Saya gak bisa masak, Pak. Kalau nasi saya sudah belajar dari Bude," aku Narto suatu hari, ketika saya menawarkan dia untuk tinggal di rumah saya. Bagi saya tidak masalah karena makanan bisa beli.

Setelah 2 bulan lebih tinggal di rumah, banyak kejadian kecil yang lucu karena keluguan Narko. Ya, lugu karena tidak tahu. Tidak tahu karena memang Narko tidak mau tahu. Menggelikan bagi saya.

Sudah menjadi kebiasaan, dalam perjalanan pulang saya menelepon Narko, menanyakan makanan apa yang ada di lemari. "Cuma nasi putih Pak," itu jawaban yang paling sering. Kalau sudah begini, saya mampir ke warung atau restoran yang bertebaran di tepi jalan antara kantor dan rumah.

Sekali waktu, Narko menjawab "Tadi Bude ngasih sayur Pak." Oke, saya tetap ke warung membeli lauk, lalu dibungkus dan dibawa pulang. Sampai di rumah, saya buka lemari makan dan saya kaget. Sayur yang maksud oleh Narko adalah tumis kikil! Kikil sapi, yang dioseng-oseng dengan minyak sayur trus diberi bawang merah, bawang putih dan beberapa bumbu lainnya. Ya, dari kaki sapi alias hewan bukan dari tumbuh-tumbuhan. Kok bisa-bisanya Narko mengkategorikan kikil sebagai sayur ya? Bagi saya ini menggelikan.

Lain hari, ketika dalam perjalanan pulang, saya menelpon. Seperti biasa, saya menanyakan makanan apa yang ada di lemari. Narko menjawab,"Ada semur hati Pak. Tadi beli di warung Bude". Sambil nyetir, terbayang oleh saya daging berkuah coklat yang segar yang menjadi santapan makan malam saya ketika sampai di rumah. Apa ya sayur yang cocok dengan semur hati itu? Akhirnya saya mampir di sebuah warung nasi untuk membeli tempe dan tahu goreng untuk menjadi pelengkap semur hati yang sudah tersaji di lemari.

Sampai di rumah, setelah ganti baju, sebelum mandi, saya berniat makan malam terlebih dahulu. Saya buka lemari makan dan saya kaget melihat 'semur hati' yang dibilang oleh Narko. Tidak ada kuah coklat segar. Yang ada hanya beberapa potong hati yang tergolek kering, seperti hati ampela di tukang bubur ayam, yang telah dicopot dari lidi satenya. Kok bisa ya, Narko menyebut itu sebagai 'semur hati'? Hilang selera makan saya.....
Narko memang lugu. Menggelikan, bahkan hampir menjengkelkan... urgghhhhhhhh!!!!

No comments: